Dek, nanti pulang sekolah kumpul di masjid ya. Ada mentoring buat akhwat angkatanmu bareng alumni.” Begitulah kata kakak kelasku di ROHIS saat pertam kali aku masuk ROHIS SMA Al-Birruni di tahun pertama masa sekolahku. Awalnya aku tidak mengerti, apa itu mentoring. Selama di SMP aku memang pernah mengikuti kegiatan ROHIS SMP seminggu sekali. Itu pun hanya setahun dan setiap pertemuan hanya diisi dengan pengajian oleh kakak-kakak berjilbab panjang dari luar sekolah. Jadi aku sama sekali tidak tahu apa itu mentoring. Beberapa orang akhwat lainnya pun mengiyakan ajakan kakak kelasku. Sementara aku masih ragu. Aku memang orang yang memilih-milih, dalam artian aku hanya melakukan kegiatan yang kuanggap positif. Tapisetelah kupikir dua kali, tidak mungkin kakak kelasku mengajakku melakukan kegiatan mudharat. Pasti kegiatan ini bermanfaat. Saat berkumpul di masjid, kulihat raut wajah akhwat lainnya tenang-tenang saja. Jangna-jangan mereka semua sudah tahu apa itu mentoring.
”Mentoring apaan sih?” tanyaku ada Vasa. ”Lha? Aku juga nggak tahu, Sya.” ”Kamu tau nggak, Sa?” kali ini aku bertanya pada Khisa. ”Nggak tau, hehehe.” jawabnya. Ternyata dugaannku salah, mereka belum tahu apapun sama sekali. Bahkan Mala, satu-satunya akhwat berjilbab, pun tidak tahu menahu. Akhirnya alumni yang kami tunggu pun datang. Ia bernama Kak Tyara, alumni ROHIS angkatan 2008. Sekarang ia mengenyam bangku perkuliahan di sebuah kampus negeri tak jauh dari sini. Dari penampilan dan pembawannya, sepertinya Kak Tyara adalah orang yang asyik diajak diskusi maupun bercanda. Setelah saling berkenalan atau yang disebut ta’aruf oleh Kak Tyara, ia pun menjelaskan tentang mentoring.
Mentoring adalah kepanjangan dari mental kotor disaring. Sebenarnya istilah itu hanya plesetan belaka. Arti sesungguhnya dari mentoring ialah menyaring atau mengintropeksi kembali ibdah-ibadah kita selama seminggu. Ya, mentoring diadakan seminggu sekali. Orang yang memberikan mentoring disebut sedangkan binaannya disebut mentee. Mentoring biasanya diawali oleh pembukaan dan pembacaan Al-Qur’an dilanjutkan materi yang deberikan oleh mentor. Dalam satu kelompiok mentoring SMP/SMA biasanya terdiri antara 5-10 orang mentee. Karena hari ini adalah hari pertama mentoring, jadi Kak Tyara hanya mengisinya dengan penjelasan tentang mentoring. Begitu selesai dengan penjelasan, Kak Tyara melanjutkannya dengan bermain tebak-tebakkan. Kami sesekali tertawa mendengar tebaknnya yang konyol. Tak terasa satu setengah jam sudah kami bersama. Tepat pukul 15.00 kami pun menutup mentoring hari itu untuk kemudian shalat Ashar berjamaah lalu pulang. Mulai hari itu Kak Tyara pun resmi menjadi mentor kami. ”Oke, mulai hari ini kakak resmi menajdi emntoe kalian dan kalian resmi menjadi mentee kakak.
Jadi kalau kalan ada masalah apapun, jangan sungkan-sungkan untuk menceritakannya apda kakak ya, karena mulai hari ini kalian adalah amanah kakak. oke, Adik-adikku sayang?” ”Oke, Kak!” jawab kami serempak. Di mentoring kedua kami diminta memililih ketua mentoring, sekretaris dan bendahara. ”Jadi, siapa yang mau mengajukan diri?” tanya Kak tyara, menatap kami bergantian. ”Yah, Kak, kalau kaya gini mah nggak bakal ada yang mau mengajukan diri. Gimana kalau kita voting?” usul Dzia, kembaranku. ”Betul juga. Oke deh, kita voting. Kalian ambil kertas trus di kertas itu kalan tulis satu nama untuk setiap amanah beserta alasannya. Ada ketua, skeretaris dan bendahara.” Setelah dilakukan voting, didapatlah Vasa sebagai ketua mentoring, Khisa sebagai sekretaris dan Marwah sebagai bendahara. Ketua bertugas memberitahu ada tidaknya mentoring setiap minggu, sekretaris bertugas membawa buku mutaba’ah dan bendahara bertugas mengumpulakn uang kas setiap minggunya. Buku mutaba’ah adalah buku berisi absen dan amalan mingguan kita para mentee. Untuk uang kas nantinya bisa digunakan untuk rihlah mentoring ataupun sekedar membeli cemilan saat mentoring berlangung.
Selain itu kami juga mulai menerpakan aturan yang harus dipatuhi saat mentoring. Di minggu-minggu selanjutnya mentoring tetap berlangsung seprti biasa. dibuka oleh MC. Eits, buakn hanya acara-acara formal yang dipimpin MC, mentoring pun demikian. Sayangnya kadang kala tidak semua akhwat bisa datang mentoring. Beberapa ada yang absent tidak datang karena ada urusan lain. Aku sendiri selama ini selalu mengusahakn datang. Paling-paling kalau aku sakit, baru aku terpaksa tidak datang mentoring. Meskipun baru beberapa bulan aku mengikuti mentoring tapi aku merasakn banyak sekali manfaatnya. Saat mentoring berlangung aku merasa ukhuwah kami semakin erat dan dekat. Selain itu materi yang diberikan oleh Kak Tyara pun selalu kucatat di buku khusus untuk kemudian kutransfer ke teman-teamnku yang lain. Aku teringat slah satu hadits Nabi. Sampaikanlah kebaikan/ilmu walau hanay satu ayat. Melalu materi-materui itulah tarbiyah (ilmu)ku semakin bertambah. Meski begitu tak jarang jika aku sudah dibuat lelah oleh sekolah hari itu, aku tidak bisa memperhatikan materi yangdiberikan dengan benar. Bukan hanya aku, tapi hal ini juga berlaku bagi akhwat lainnya.
Tapi kalau sudah menyangkut materi cinta yang sangat sensitif bagi akhwat, para akhwat lainnya pun akan mendengarkannya dengan saksama. Untuk yang satu itu tidak berlaku bagiku. Di luar waktu mentoring, aku seringkali berhubungan denagn Kak Tyara leat SMS. Kuceritakn segala masalah sepele yang kualami. Kak tiara denagn sabar selalu mendengarkan keluh kesahku. Buakn itu saja, ia juga sesekali memberiku solusi dan memberiku kata-kata motivasi. Di luar mentoring juga, ukhuwahku dengan akhwat angkatanku semakin kokoh. Kami saling mengingatkan satu sama lain untuk shalat tahajud dan puasa sunah lewat Tahajud and Shaum Calling. Kami saling meminjami buku-buku islami untuk dibaca.
◊ ◊ ◊ ◊
Pada awal 2010 tepatnya pada semester 2 kelas XI, Kak Tyara memtuskan untuk mengganti mentor kami. “Dari tahun ke tahun, kalian harus emngalami peningkatan. Dan tentunya murabbiyah kalian pun harus meningkat menjadi yang lebih baik. Ana Cuma bisa mentarbiyah yang level 1, sedangkan kalian sudah harus masuk ek elvel 2.” Begitulah alasan Kak Tyara. Aku tahu, Kak Tyaar sedih dan seolah tak rela melepas kami tapi itu semua harus dilakukannya demi kami. Kami pun tak sanggup membendung kesedihan kala harus ebrpisah dengannya. Akhirnya mulai saat itu mentor kami bukan lagi Tyara Aningrum, melainkan Fikriyah Wardhani atau Kak Riyah. Kak Riyah adalah alumni tahun 2005, tentu saja usianya terpaut cukup jauh dari kami, terlebih ia sudah menikah. Awalnya aku meras tidak nyaman karena aku merasa Kak Riyah terlalu dewasa untuk akhwat yang tergolong childish sepertiku.
Tapi tidak sama halnya dengan akwhat lain. Mereka malah cenderung merasa lebih nyaman karean Kak riyah “sudah berpengalaman”. Aturan mentoring yang ditetapkan Kak Riyah tridak beda jauh dengan Kak Tyara. Di bulan kedua Kak Riyah harus menyelesaikn skripsi akhirnya. Oleh karena itu untuk sementara mentor kami digantikan oleh Kak Dira. Beberapa kali kami smepat tidak mentoring karena kakak-kakak pengganti mengalami halangan. Aku merasa ada yang kurang jika seminggu saja tidak mentoring. Dek, afwn ya, mhinggu ini nggak mentoring dulu karena kakak lagi nggak ikut LDK di kampus. Begitulah bunyi pesan singkat yang dikirmakn Kak Dira padaku. “Teman-teman, minggu ini Kak Dira nggak bisa ngasih mentoring minggu ini. Jadi gimana nih?”tanyaku saat kami bertujuh sedang berkumpul. “Ya udah, mau gimana lagi.” jawab Khisa. “ Tapi aku mau mentoring!” tukasku. “Aku juga!” susul Vasa. “Emang alumni lain nggak ada yang bisa gantiin?” tanya Marwah sambil membaca buku. “Hmm..” Hanan tampak berpikir. “Kita ganti aja mentoring kita dengan kegiatan possitif lainnya.” “Oh iya, kemarin aku dpaat udangn seminar keputrian di SMA Bina Mulya. Mau nggak kita ke sana aja? Acaranya Sabtu pagi.” ajak Mina.
Setelah dirembukkan, kami semua sepakat mengisi mentoring minggu ini dengan menghadiri seminar keputrian di SMA Bina Mulya meskipun tidak semuanya bisa ikut. Tak terasa 3 bulan sudah kami dimentoring oleh Kak Dira. Kini saatnya kami harus mengucapkans ‘Ila liqoo’ padanya karena mulai minggu depan Kak Riyah akan kembali menjadi mentor kami. Untuk kedua kalinya kami pun harus merasakan sedihnya berpisah dengan seorang mentor. Meskipun hanya tiga bulan bersama Kak Dira, tapi kami merasa nyaman sekali. “Maafin kakak ya kalau selama ini kakak banyak salah sama kalian. Kakak senang sekali memiliki binaan seperti kalian.” ucap Kak Dira di akhir perpisahan kami. “Kita juga senang pernah merasakan dimentoring oleh kakak.” “Jangan samapi kita lost contact ya, Kak!” “Kita semua sayang sama kakak.” Perpisahan hari itu pun diwarnai tangisan seperti sebelumnya. Semuanya berlangsung secara de javu.
◊ ◊ ◊ ◊
Tak terasa kami semua sudah naik ke kelas XII. Tentunya kegiatan belajar kami semakin padat. Ada yang pelajaran tambahan dari guru, ada yang les di bimbingan belajar ataupun les privat. Tugas-tugas sekolah pun kian menumpuk. Akibatnya semua ini berimbas pada jadwal mentoring kami. Rasanya sulit sekali mengumpulkan semua akhwat untuk mentoring bersama. Paling-paling hanya 3-4 orang yang masih gencar mentoring setiap hari Senin atau hari kerja lainnya. “Kak, apa nggak sebaiknya jadwal mentoring kita diganti jadi hari Sabtu?” “Yah, kalau Sabtu aku sering pergi. Jangan Sabtu deh.” proteku. “Tapi cuma di hari Sabtu semua libur les, Sya.” balas Vasa. “Hmm, kalau hari Sabtu Insya Allah Kak Riyah bisa. Tapi teman-teman lain gimana? Pada bisa dan mau nggak?” ”Nanti malam kutanya lagi deh, Kak.” ujar Vasa. ◊ ◊ ◊ ◊ Malam harinya Satu per satu akhwat pun ditanya tentang jadwal baru mentoring dan hapir semuanya memilih ‘Sabtu’. Ya sudahlah, aku pun merima keputusan itu dengan lapang dada.
Awalnya yang datang mentoring hari Sabtu hampir banyak, sekitar 5-6 orang dari 7 orang akhwat. Tapi semakin lama jumlah tersebut semakin berkurang seiring dengan kegiatan les akhwat lainnya yang bertambah di hari Sabtu. Terlebih sejak sebulan lalu Kak Riyah harus bedrest di rumah karena kondisinya sedang berbadan dua sehingga mentoring dilaksanakan di rumah Kak Riyah. Hal itu membuat akhwat lainnya semakin tidak bisa datang mentoring. Kini, hanya aku dan Dzia yang masih dengan setianya setiap Sabtu pagi pergi ke rumah Kak Riyah untuk mentoring. Sementara akhwat lainnya mengikuti les tambahan dari alumni ROHIS di UI setiap Sabtu pagi di sekolah. Padahal Kak Riyah hanya ada waktu di Sabtu pagi. Mengetahui hal ini jelas saja aku sedih. Kami bertujuh yang pada awal kelas X begitu semangat mentoring, kini harus terpecah-pecah untuk mentoring. Aku harap tujuh titik itu kembali membentuk lingkarang kemba
Ukhuwahnya bak lingkaran tak bersudut.. Aku rindu, aku selalu rindu.. Pada lingkaran antara aku, kau dan mereka..
Penulis yang bernama pena Visya Blue ini suka menulis sejak SMP.
Prestasi menulis pertamanya adalah menjadi finalis Lomba Menulis Crazy Moment (Leutika, 2010) disusul dengan Juara II Lomba Menulis STANIA FAIR (STAN, 2011) dan beberapa buah antologi yang berhasil ditelurkannya bersama penulis lain.
Cita-citanya menjadi guru SD membawanya ke bangku kuliah di jurusan Pendidikan Matematika UNJ (2011). Akhwat penyuka warna biru ini memiliki hobi backpacking, membaca, menulis dan membuat kue. Matematika, Sains, Pattiserie, Islam, dan pendidikan adalah dunianya.
Penulis dapat dihubungi di Visya Blue (Facebook), @visyabiru atau matematika.kimia@gmail.com.
“Hidup mulia dan mati syahid! ALLAHUAKBAR!”
0 komentar :
Posting Komentar