Saya baru saja pulang dari mentoring, dan tiba-tiba memikirkan sesuatu, random.
Saya merasakan begitu luar biasanya mentoring atau liqa. Jujur saja, saya seringkali merasa berat untuk berangkat mentoring. Tetapi, selalu saja setelah saya datang sampai setelah pertemuan itu berakhir, ada rasa syukur yang besar yang memenuhi hati saya.
Entah bagaimana, pertemuan-pertemuan mentoring selalu relevan dengan kehidupan yang sedang saya jalani. Dengan mentoring, celah-celah, retakan-retakan, dan lubang-lubang kehidupan menjadi nampak, lalu entah bagaimana, kita menjadi lebih berenergi untuk memperbaiki dan menutup celah, retakan, ataupun lubang-lubang itu.
Padahal kami tidak membicarakan topik yang spesifik mengenai urusan hidup. Kami membicarakan sesuatu yang mungkin abstrak, juga hal-hal yang mendasar. Tak jarang juga yang kami bicarakan sebenarnya sudah diulang beberapa kali, tetapi pengingatan-pengingatan itu tetap saja berkesan dan mengena.
Dengan mentoring, saya selalu dibuat kembali melihat kehidupan dan urusan-urusan manusia di dalamnya sebagai perkara kecil dan remeh temeh. Hal-hal yang saya pusingkan di suatu waktu, yang saya anggap hal besar dan rumit pada suatu ketika, dengan mentoring saya kembali melihat itu semua sambil berkata, “Masya Allah.. Ada yang salah dengan saya saat itu”.
Beberapa orang di luar sana mungkin suka menertawakan mentoring atau liqa. Kata itu mereka jadikan ejekan bagi kelompok tertentu. Mungkin ketika mereka melihat lingkaran-lingkaran mentoring, persepsi negatif muncul di pikiran mereka. Baik tentang materinya, tentang stereotip orang-orang di dalamnya, atau mungkin juga ada yang mengait-ngaitkan dengan entitas politik tertentu dan konspirasinya.
Kepada orang-orang yang demikian, saya hanya ingin tertawa sekaligus kasihan.
Sungguh, urusan-urusan dunia ini tidak ada harganya dibandingkan dengan kerinduan kami untuk menjadi orang-orang yang paling dekat dengan Allah. Andai kalian mau mengambil semua yang ada di dunia ini, ambillah sesuka kalian.. Ambillah, dan tidak perlu sisakan untuk kami.. Selama kalian bisa tunaikan misi yang Allah pesankan kepada manusia.
Andai dunia ini baik-baik saja, semua orang sejahtera, tak ada kezhaliman terjadi, mungkin kami akan lebih memilih untuk menghabiskan usia kami di masjid, berinteraksi dengan Al-Quran, bertemu Allah dalam shalat-shalat.
Ya, sayangnya memang kehidupan ini tidak diprogram demikian. Nyatanya, justru keimanan harus dibuktikan dengan bekerja keras mencegah kebatilan, menebar mashlahat, mengajak manusia kepada kebaikan. Dan dalam perjalanannya akan selalu terjadi dinamika. Dinamika yang datang akibat ketidaksempurnaan kita sebagai manusia, akibat nafsu yang sesekali menguasai, akibat segelintir orang yang lupa diri, akibat bisikan syetan di sana sini, dan sebagainya.
Ya, memang seperti itulah kehidupan diprogram. Memang itulah harga yang harus dibayar untuk mendapat kebahagiaan hakiki, kebahagiaan abadi.
Segala puji hanya untuk-Mu, ya Allah.. Sesungguhnya aku hanyalah hamba lemah dan tersesat yang Engkau beri cahaya.. Tetapkanlah aku berada di jalan cahaya-Mu.. Lindungilah aku dari diriku sendiri, yang selalu cenderung kepada kegelapan.. Bukakanlah hatiku selalu, agar hidayah-Mu senantiasa merasukinya..
Aku juga memohon hidayah-Mu untuk semua orang yang membaca ini.. Jagalah kami untuk bersama-sama saling menjaga dalam kebaikan, keimanan..
Amin..
Saya merasakan begitu luar biasanya mentoring atau liqa. Jujur saja, saya seringkali merasa berat untuk berangkat mentoring. Tetapi, selalu saja setelah saya datang sampai setelah pertemuan itu berakhir, ada rasa syukur yang besar yang memenuhi hati saya.
Entah bagaimana, pertemuan-pertemuan mentoring selalu relevan dengan kehidupan yang sedang saya jalani. Dengan mentoring, celah-celah, retakan-retakan, dan lubang-lubang kehidupan menjadi nampak, lalu entah bagaimana, kita menjadi lebih berenergi untuk memperbaiki dan menutup celah, retakan, ataupun lubang-lubang itu.
Padahal kami tidak membicarakan topik yang spesifik mengenai urusan hidup. Kami membicarakan sesuatu yang mungkin abstrak, juga hal-hal yang mendasar. Tak jarang juga yang kami bicarakan sebenarnya sudah diulang beberapa kali, tetapi pengingatan-pengingatan itu tetap saja berkesan dan mengena.
Dengan mentoring, saya selalu dibuat kembali melihat kehidupan dan urusan-urusan manusia di dalamnya sebagai perkara kecil dan remeh temeh. Hal-hal yang saya pusingkan di suatu waktu, yang saya anggap hal besar dan rumit pada suatu ketika, dengan mentoring saya kembali melihat itu semua sambil berkata, “Masya Allah.. Ada yang salah dengan saya saat itu”.
Beberapa orang di luar sana mungkin suka menertawakan mentoring atau liqa. Kata itu mereka jadikan ejekan bagi kelompok tertentu. Mungkin ketika mereka melihat lingkaran-lingkaran mentoring, persepsi negatif muncul di pikiran mereka. Baik tentang materinya, tentang stereotip orang-orang di dalamnya, atau mungkin juga ada yang mengait-ngaitkan dengan entitas politik tertentu dan konspirasinya.
Kepada orang-orang yang demikian, saya hanya ingin tertawa sekaligus kasihan.
Sungguh, urusan-urusan dunia ini tidak ada harganya dibandingkan dengan kerinduan kami untuk menjadi orang-orang yang paling dekat dengan Allah. Andai kalian mau mengambil semua yang ada di dunia ini, ambillah sesuka kalian.. Ambillah, dan tidak perlu sisakan untuk kami.. Selama kalian bisa tunaikan misi yang Allah pesankan kepada manusia.
Andai dunia ini baik-baik saja, semua orang sejahtera, tak ada kezhaliman terjadi, mungkin kami akan lebih memilih untuk menghabiskan usia kami di masjid, berinteraksi dengan Al-Quran, bertemu Allah dalam shalat-shalat.
Ya, sayangnya memang kehidupan ini tidak diprogram demikian. Nyatanya, justru keimanan harus dibuktikan dengan bekerja keras mencegah kebatilan, menebar mashlahat, mengajak manusia kepada kebaikan. Dan dalam perjalanannya akan selalu terjadi dinamika. Dinamika yang datang akibat ketidaksempurnaan kita sebagai manusia, akibat nafsu yang sesekali menguasai, akibat segelintir orang yang lupa diri, akibat bisikan syetan di sana sini, dan sebagainya.
Ya, memang seperti itulah kehidupan diprogram. Memang itulah harga yang harus dibayar untuk mendapat kebahagiaan hakiki, kebahagiaan abadi.
Segala puji hanya untuk-Mu, ya Allah.. Sesungguhnya aku hanyalah hamba lemah dan tersesat yang Engkau beri cahaya.. Tetapkanlah aku berada di jalan cahaya-Mu.. Lindungilah aku dari diriku sendiri, yang selalu cenderung kepada kegelapan.. Bukakanlah hatiku selalu, agar hidayah-Mu senantiasa merasukinya..
Aku juga memohon hidayah-Mu untuk semua orang yang membaca ini.. Jagalah kami untuk bersama-sama saling menjaga dalam kebaikan, keimanan..
Amin..
0 komentar :
Posting Komentar